M. Tunyluhulima, S.P.
Teknik Budidaya Tanaman Pala
B. Syarat Tumbuh
1. 1. Iklim
Tanaman pala memerlukan iklim tropis yang panas dengan
curah hujan yang tinggi tanpa adanya periode kering yang nyata. Rata-rata curah
hujan di daerah asal tanaman pala yaitu Banda, adalah sekitar 2.656 mm/th
dengan jumlah hari hujan 167 hari merata sepanjang tahun. Meskipun terdapat
bulan-bulan kering, tetapi selama bulan kering tersebut masih terdapat 10 hari
hujan dengan sekurang-kurangnya 100 mm (Deinum, 1949 dalam Flach, 1966).
Menurut Ridley (1912) penanaman pala di Pulau Banda sampai dengan ketinggian
458 meter diatas permukaan laut (Anon, 1974). Sedangkan Flach (1966) di Pulau
Papua tidak menanam tanaman pala melebihi ketinggian di atas 700 m dari
permukaan laut, sehingga tanaman pala dapat tumbuh baik pada ketinggian 0-700 m
diatas permukaan laut.
Daerah-daerah pengusahaan tanaman pala memiliki
fluktuasi suhu yang berbeda-beda yaitu berkisar antara 180C - 340C.
Deinum (1949) mengatakan bahwa suhu yang terbaik untuk pertumbuhan tanaman pala
antara 250C - 300C. Walaupun demikian para pakar berpendapat, tanaman
pala akan berkembang dengan baik di daerah tropis dengan kisaran (fluktuasi)
suhu yang tidak besar. Tanaman pala sangat peka terhadap angin kencang,
karenanya tanaman ini tidak sesuai diusahakan pada areal yang terbuka tanpa
tanaman pelindung atau penahan angin. Menurut keterangan Deinum (1949) angin
yang bertiup terlalu kencang, bukan saja menyebabkan penyerbukan bunga
terganggu, malahan buah, bunga dan pucuk tanaman akan lusuh berguguran (Anon,
1974).
Oleh karena itu daerah-daerah yang tiupan anginnya
keras, diperlukan tanaman pelindung yang ditanam dipinggirannya. Akan tetapi
tanaman pelindung yang terlalu rapat dapat menghambat pertumbuhan pala, dan
menjadi saingan dalam mendapatkan unsur hara.
2. Tanah
Tanaman pala memerlukan tanah yang subur dan gembur,
terutama tanah-tanah vulkanis, miring atau memiliki pembuangan air yang baik
atau drainase yang baik (Heyne, 1987). Menurut Flach (1966) tanaman pala akan
tumbuh baik pada tanah yang bertekstur dari pasir sampai lempung (loam).
Sedangkan Ridley (1912) mengemukakan bahwa makin rendah tanah Clay semakin baik
untuk pertumbuhan tanaman pala. Keadaan tanah dengan reaksi sedang sampai
netral (pH 5.5 - 7 ) merupakan rata-rata yang baik untuk pertumbuhan
tanaman pala, karena keadaan kimia maupun biologi tanah berada pada titik
optimum.
Untuk pengusahaan tanaman pala di daerah baru perlu
sekali diperhatikan tentang kesesuaian iklim, jenis tanah, suhu, pH tanah,
drainase dan sebagainya agar tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan dengan baik.
B. TEKNIK BUDIDAYA
1. Pengadaan bahan tanaman untuk bibit
Pada dasarnya pengadaan tanaman pala dapat dilakukan
dengan beberapa cara
- Perbanyakan dengan biji
- Perbanyakan dengan cangkokan
- Perbanyakan dengan okulasi
- Perbanyakan dengan sambungan / grafting
·
Perbanyakan dengan
biji
Biji- biji pala yang akan
digunakan sebagai benih harus memenuhi beberapa syarat, antara lain :
o Harus berasal dari pohon induk terpilih,
o Biji segar matang, panen berwarna coklat muda dan
tertutup penuh dengan seludang fuli yang berwarna merah,
o Biji yang kering berwarna coklat tua sampai hitam
mengkilap dengan bobot minimal 50
gram/biji, serta tidak terserang hama dan penyakit (Emmyzar, et al, 1989).
Setelah pemetikan haruslah disemaikan dengan selambat
lambatnya + 24 jam penyimpanan. Untuk mendapatkan benih dengan daya kecambah yang tinggi,
sebaiknya biji diambil dari pohon induk yang letaknya berdekatan dengan pohon
yang berbunga jantan. Pengecambahan, perlu dilakukan sebab biji pala termasuk
benih rekalsitran yang cepat menurun daya kecambahnya. Perkecambahan dapat
dilakukan dengan beberapa cara sbb :
Pembibitan ini merupakan langkah awal dari penentuan
terlaksananya usaha perkebunan tanaman tersebut. Pesemaian dapat dilakukan
dengan terlebih dahulu mengecambahkan biji dengan menggunakan kotak yang telah
diisi pasir halus, serbuk sabut kelapa, serbuk gergaji yang sudah steril. Biji
diatur sedemikian rupa dan bersentuhan dan bakal kecambah mengarah pada satu
sisi yang sama. Setelah berumur 4-8 minggu, bakal akar sudah keluar dengan
diikuti keluarnya kecambah, selanjutnya bisa dipindahkan ke polibag.
Pesemaian dapat pula dilakukan pada bedengan yang
sudah disiapkan sebelum buah dipetik. Pesemaian ini sekaligus berfungsi sebagai
persemaian pemeliharaan dan diperlukan pengolahan tanah yang sempurna. Jarak
tanam pada pesemaian ini perlu diatur yaitu 15 x 15 cm atau 15 x 20 cm agar
nanti pada saat pemindahan mudah diputar pada umur + 1 tahun dengan ketinggian + 1 meter. Pesemaian dapat juga dilakukan langsung pada
polibag ukuran 20 x 30 cm. Media yang digunakan berupa campuran tanah dan pupuk
kandang 2 : 1, polibag
diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm, sedangkan panjangnya tergantung situasi setempat. Dengan mempergunakan polibag akan mempermudah pemindahan bibit ke lapangan.
diatur berjejer di bawah naungan dengan lebar 120 cm, sedangkan panjangnya tergantung situasi setempat. Dengan mempergunakan polibag akan mempermudah pemindahan bibit ke lapangan.
2. Persiapan lahan
Sebelum bibit ditanam, kebun harus sudah dipersiapkan.
Pada garis besarnya, persiapan lahan meliputi kegiatan sebagai berikut :
1. Pemangkasan semak belukar dan penebangan pohon-pohon
(kebun yang baru dibuka). Sebaiknya pembukaan areal ini dilakukan pada
musim kemarau, sehingga semak belukar tersebut tidak cepat tumbuh kembali.
2. Pengolahan tanah, dimaksudkan untuk menggemburkan
tanah, menyingkirkan akar dan sisa-sisa tanaman serta menciptakan areal
yang serasi. Pengolahan tanah pada
areal miring harus dilakukan menurut arah melintang
lereng (contour). Efek utama pengolahan tanah menurut cara ini adalah terbentuknya alur yang dapat menghambat
aliran permukaan dan menghindari terjadinya penghanyutan tanah bagian atas
(erosi).
3. Pada tanah
dengan tingkat kemiringan 20 % perlu dibuat teras dengan ukuran + 2 m (disesuaikan dengan keadaan solum tanah, makin
dalam solum makin lebar ukuran teras) atau dapat pula dibuat teras terusan
dengan penanaman sistem contour.
4. Sebelum dilakukan pembuatan lubang tanam, ditentukan
dahulu jarak tanam yang akan digunakan. Pada umumnya jarak tanam untuk
tanaman pala ialah 9 x 10 m dengan
sistem bujur sangkar atau 10 x 10 m. Dengan jarak tanam tersebut dahan-dahannya
tidak akan bersilangan dan dengan keadaan ini kapasitas untuk berproduksi
adalah maksimal pada umur dewasa (Flach, 1966). Pembuatan lubang tanam biasanya
berukuran 60 x 60 x 60 cm. Pada
tanah yang berliat tinggi, sebaiknya ukuran lubang tanam lebih besar 100 x 100
x 100 cm. Tanah lapisan atas dan lapisan bawah
dipisah, karena kedua lapisan tersebut mengandung unsur yang berbeda.
Setelah pembuatan lubang tanam berumur lebih satu bulan, tanah dikembalikan, lapisan bawah kembali
ke lapisan bawah dan lapisan atas setelah dicampur dengan pupuk kandang
matang, baru dimasukkan kembali ke dalam lubang bagian atas. Dua atau tiga
minggu kemudian penanaman dapat
dilakukan.
3. Penanaman
Bibit yang akan ditanam biasanya yang telah berumur
lebih satu tahun dan tidak lebih dari dua tahun. Kalau bibit lebih dari
ketentuan tersebut, akibat lama dipembibitan, pertumbuhannya akan terlambat,
sebab akar sudah berlipat-lipat. Sebaiknya penanaman dilaksanakan pada awal
musim penghujan agar ketersediaan air terjamin.
Cara penanaman adalah dengan membuat lubang tanam
kecil ditengah lubang tanam awal, setinggi dan selebar keranjang atau polibag
bibit, lalu polibag disayat dari atas ke bawah dengan pisau secara hati-hati
agar akar dan tanah dalam polibag tersebut tidak rusak, kemudian dilakukan
penanaman sampai leher batang terkubur tanah, lalu tanah dirapihkan kembali.
Uintuk menjaga tanaman muda dari sengatan matahari langsung perlu dibuatkan
naungan dari tiang bambu atau kayu dengan atap daun kelapa atau alang-alang,
sampai tanaman betul-betul tahan dari sinar matahari.
1. Pola Tanam
Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani, salah satu
upaya adalah dengan memanfaatkan lahan seoptimal mungkin, dengan menanam
berbagai jenis tanaman dengan memperhatikan syarat tumbuh dari setiap tanaman
itu sendiri. Peluang tanaman pala sebagai tanaman pokok atau pun sebagai
tanaman sela sangat memungkinkan karena banyak lahan diantaranya belum
dimanfaatkan secara optimal. Untuk menentukan/ mendapatkan jenis tanaman apa
yang tepat bergandengan dengan tanaman pala, beberapa hal yang perlu di
perhatian adalah sebagai berikut :
Sehingga kelestariannya tetap terjamin sesuai konsep
ekologi yang diinginkan bersama. Sebagai contoh upaya menekan sekecil mungkin
tingkat erosi tanah yang kelak dapat menurunkan tingkat kesuburan tanah.
Peluang tanaman pala sebagai tanaman sela jumlahnya tergantung umur tanaman
pokok, pada tanaman kelapa berumur 10 tahun, tanaman pala dapat tumbuh dan berproduksi
cukup baik sebagai tanaman sela diantara tanaman kelapa. Sedangkan sebagai
tanaman pokok, tanaman pala dapat dipola tanamkan dengan berbagai jenis tanaman
palawija, tanaman temu-temuan serta berbagai tanaman obat. Jarak tanam pala
yang biasa dipergunakan adalah 10 x 10 m, dengan jarak tanam tersebut banyak
lahan yang kosong terutama pada saat tanaman pala berumur dibawah 4-5 tahun,
lahan ini dapat dimanfaatkan untuk ditanami berbagai jenis tanaman semusim
misalnya tanaman palawija.
4. Pemeliharaan
Untuk menjamin keberhasilan berproduksi di masa
mendatang, maka sejak awal pertanaman pala perlu pemeliharaan yang baik, di
antara kegiatan pemeliharaan pertanaman pala adalah :
1. Penanaman pohon pelindung,
Tanaman muda umumnya tidak tahan terhadap panas sinar
matahari langsung, sehingga diperlukan naungan serta penanaman pohon pelindung
yang sekaligus sebagai penahan angin karena tanaman pala sangat peka terhadap
angin yang keras.
Beberapa pohon pelindung dapat digunakan diantaranya
Albazia, Lamtoro, Glirisidia dan berbagai jenis tanaman leguminosae lainnya.
Setelah tanaman pala berumur 3 - 4 tahun, pohon pelindung dapat dikurangi secara
bertahap.
2. Penyulaman
Bibit yang mati, dan yang pertumbuhannya terhambat
sebaiknya segera dilakukan penyulaman agar tidak menjadi parasit dalam usaha
pertanaman pala. Kegiatan penyulaman ini dapat dilakukan sejak umur satu bulan
setelah tanam.
3. Penyiangan
Biasanya setelah tanaman berumur 2 - 3 bulan, rumput dan tanaman pengganggu lainnya
disekitar pertanaman pala sudah banyak yang tumbuh. Hal ini menimbulkan
persaingan tanaman pala dengan rerumputan tersebut dalam penggunaan unsur hara,
oleh sebab itu perlu dilakukan penyiangan agar persaingan dalam pengambilan
unsur hara dapat diperkecil, sehingga tanaman pala tumbuh dan berkembang dengan
baik. Untuk selanjutnya penyiangan cukup dilakukan sekitar piringan tanaman
yang pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan
perkembangan gulma.
perkembangan gulma.
4. Pemupukan
Untuk menjamin ketersediaan unsur hara yang diperlukan
oleh tanaman pala terutama unsur makro (N, P dan K ) di dalam tanah, bagi
pertumbuhan dan produksi tanaman, maka diperlukan pemupukan. Dosis pemupukan
yang dianjurkan berdasarkan tingkat umur untuk tanaman pala.
5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Disamping perbaikan teknik bercocok tanam, perlu pula
diupayakan penanggulangan serangan hama dan penyakit sehingga kelangsungan
pertanaman serta kualitas dan kuantitas produksi dapat terus dipertahankan
malah dapat ditingkatkan.
Kedua hama ini
bersifat kosmopolitan dan menyebabkan kerugian besar terutama pada
produk-produk dalam simpanan. Hama lain adalah yang menyerang batang yaitu
Batocera hercules. Hama ini banyak ditemukan di Sulawesi Utara dengan tingkat
serangan yang cukup tinggi. Usaha pengendalian terhadap hama yang menyerang
biji yang sudah berada
digudang-gudang adalah dengan melakukan fumigasi Methyl Bromida. Sedangkan
penyemprotan insektisida kontak dapat pula dilakukan untuk serangan di lapang
dengan menggunakan insektisida Malathion. Pengendalian terhadap hama penggerek
batang adalah dengan memberikan insektisida pada kapas kemudian dimasukkan pada
semua lobang gerekan dan kemudian ditutup dengan sepotong kayu.
Penyakit utama yang
paling merugikan pada pertanaman pala di Indonesia adalah penyakit busuk kering
dan busuk basah yang disebabkan oleh jamur serta penyakit layu yang diduga
disebabkan oleh mikroorganisme.
o Penyakit busuk kering
Penyakit ini disebabkan oleh sejenis jamur yaitu
Stigmina myrtaceae. Gejala penyakit umumnya ditemukan pada buah yang telah
berusia 5 - 6 bulan ke atas. Pada buah yang terinfeksi akan
diketemukan bercak coklat atau hitam kehijauan dengan ukuran yang bervariasi.
Serangan penyakit ini merupakan bercak yang mengering, buah menjadi keras, dan
pada permukaan kulit terbentuk masa jamur berwarna hitam kehijauan, diikuti
dengan pecahnya buah dan buah kemudian gugur (Mandang-Sumaraw, 1985).
o Penyakit busuk basah
Mandang-Sumaraw (1985) menyebutkan bahwa penyebab
penyakit ini adalah jamur Colletotrichum gloesporioides Penzig. Penyakit ini
muncul pada saat buahbuah hampir masak atau buah yang pecah kadang ditemukan
bersama-sama dengan serangan penyakit busuk kering. Pada buah yang terinfeksi
terjadi peribahan warna menjadi coklat, daging buah busuk, lunak dan
berair/kebasah-basahan. Bila gejala berkembang nampak buah seperti habis
dimasak air panas. Buah terserang pada pangkalnya, sehingga akan mudah gugur ke
tanah. Pengendalian kedua penyakit ini pada prinsipnya sama karena penyebab
kedua penyakit tersebut adalah jamur dan bagian yang terserang adalah buah.
Pendekatan yang dapat dilakukan adalah menghilangkan
sumber inokulum, mengurangi kelembaban dan melindungi buah dengan penyemprotan
fungisida. Menghilangkan inokulum dapat dilakukan dengan cara membenamkan
buah-buah yang sakit/terserang ke dalam tanah. Mengurangi kelembaban kebun
dengan mempergunakan jarak tanam yang lebar misalnya 10 x 10 meter, pembersihan
tumbuhan pengganggu disekitar tanaman, mengurangi tanaman pelindung, serta
kalau perlu melakukan pemangkasan cabang dan ranting yang saling persentuhan,
serta penyemprotan dengan fungisida Delsene MX-200, pada musim hujan.
o Penyakit Layu
Diduga penyebab penyakit layu ini adalah
Mikroorganisme patogenik didukung oleh keadaan lingkungan yang sangat lembab.
Gejala nampak pada daun, daun menguning dan layu dari pucuk bagian atas,
berlanjut dari satu cabang ke cabang lain kemudian gugur seluruhnya dan tanaman
mati meranggas. Jika akarnya dibongkar terlihat warna hitam kecoklatan. Secara
keseluruhan gejala ini mirip dengan gejala BPKC pada tanaman cengkeh (Asman, et
al., 1992). Penanggulangan yang dapat dianjurkan antara lain, mengurangi
kelembaban kebun dengan memotong tanaman liar sehingga sinar matahari cukup
masuk diantara tanaman pala. Membuat saluran drainase sekeliling kebun agar air
tidak menggenang, memusnahkan tanaman yang terserang serta penyemprotan
fungisida Dithane M-45, Benlite, Difolatan 4f.
o Penyakit lain
Penyakit lain yang menyerang tanaman pala dalam skala
kecil dan sporadic serta secara eknomis nilai kerusakan\nya relatif kecil
antara lain penyakit antrachnosa pada daun dan benang putih. Penanggulangan
terhadap kedua jenis penyakit ini adalah sama yaitu mengurangi kelembaban
kebun, memotong dan memusnahkan ranting yang terinfeksi, serta penyemprotan
dengan fungisida.
5. Panen
Tanaman pala mulai berbuah pada umur 7 - 8 tahun dan pada umur 10 tahun dapat berproduksi
secara menguntungkan. Tanaman pala hasil grafting dapat berbuah umur 4 - 5 tahun sedang tanaman hasil cangkokan berbuah umur 3
- 4 tahun. Produksi tanaman pala terus meningkat dan
pada umur 25 tahun mencapai produksi tertinggi dan dapat terus berproduksi
sampai umur 60 - 70 tahun. Dalam satu tahun pala dapat dipanen dua
kali.
Umumnya buah pala telah dapat dipanen setelah cukup
tua, umur buah + 6 bulan sejak dari bunga.
Tanda-tanda buah pala yang sudah cukup tua adalah jika sebahagian buah pala
dari suatu pohon sudah merekah.
Cara pemanenan buah pala dapat dilakukan dengan
menggunakan galah yang pada bagian ujungnya diberi keranjang atau dengan cara
memetik langsung dengan cara menaiki batang dan memilih buah-buah yang telah
betul-betul tua. Buah yang telah dipetik segera dibelah, dipisahkan daging
buah, biji dan fulinya. Biji pala dan fulinya segera dijemur untuk menghindari
serangan hama dan penyakit yang dapat mengurangi mutunya.
C. PENGOLAHAN DAN PENGANEKARAGAMAN HASIL
Buah pala terdiri atas daging buah (pericarp) dan biji
yang terdiri atas fuli, tempurung dan daging biji. Fuli adalah serat tipis
(areolus) berwarna merah atau
kuning muda, berbentuk selaput berlubang-lubang seperti jala yang terdapat antara daging dan biji pala. Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dihasilkan daging buah sebanyak 83.3 %, fuli 3.22 %, tempurung biji 3.94 %, dan daging biji sebanyak 9.54 %.
kuning muda, berbentuk selaput berlubang-lubang seperti jala yang terdapat antara daging dan biji pala. Menurut Somaatmadja (1984), dari buah pala segar dihasilkan daging buah sebanyak 83.3 %, fuli 3.22 %, tempurung biji 3.94 %, dan daging biji sebanyak 9.54 %.
Pemanfaatan buah pala secara optimal serta
dilakukannya usaha-usaha
penganekaragaman bentuk produk pala yang dipasarkan sangat penting sehingga pendapatan petani pala tidak hanya tergantung dari penjualan biji pala saja. Selain peningkatan nilai tambah bagi usaha pemanfaatan buah pala secara optimal akan meningkatkan daya tahan petani pala terhadap perubahan harga biji pala akhirakhir ini. Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
penganekaragaman bentuk produk pala yang dipasarkan sangat penting sehingga pendapatan petani pala tidak hanya tergantung dari penjualan biji pala saja. Selain peningkatan nilai tambah bagi usaha pemanfaatan buah pala secara optimal akan meningkatkan daya tahan petani pala terhadap perubahan harga biji pala akhirakhir ini. Semua bagian buah pala dapat dijadikan bahan olahan yang mempunyai nilai ekonomis. Biji dan fuli pala kering merupakan dua bentuk komoditas pala di pasar intenasional, keduanya dapat diolah menjadi minyak pala yang memberikan nilai tambah, sedangkan daging buahnya dapat dibuat berbagai macam produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
1. Biji dan fuli kering
Untuk dijadikan bahan yang dapat diekspor, biji dan
fuli pala perlu dilakukan pengolahan terlebih dahulu. Proses pengolahan dimulai
dengan melepaskan biji dari dagingnya, fuli yang membungkus biji dilepas dengan
jalan memipil mulai dari ujung. Pengeringan biji dan fuli dapat dilakukan
dengan penjemuran atau menggunakan alat pengering.
Secara tradisional biji pala dijemur dengan memakai
alas tikar atau lantaim semen dibawah sinar matahari. Yang harus diperhatikan
dalam penjemuran adalah lamanya pengeringan harus tepat. Pengeringan yang
terlalu cepat dengan panas yang tinggi mengakibatkan biji menjadi pecah. Biji
yang telah cukup kering adalah yang telah terlepas dari bagian cangkangnya
dengan kadar air 8 - 10 %. Sedangkan pengeringan fuli dengan bantuan sinar
matahari dilakukan secara perlahan-lahan selama beberapa jam, kemudian dikering
anginkan. Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai fuli menjdi kering. Cara
pengeringan semacam ini dapat menghasilkan fuli yang kenyal (tidak rapuh) dan bermutu
tinggi.
2. Minyak pala
Biji pala dan fuli dapat dimanfaatkan sebagai bahan
baku minyak pala. Minyak pala biasanya disuling dari biji pala berumur 3 - 4 bulan dengan rendemen minyaknya 6 - 17 %. Biji pala yang tua, rendemennya lebih rendah 8 - 13 %. Penyulingan biji pala dan fuli dapat dilakukan
dengan sistem uap bertekanan rendah (+ 1 atmosfer)
atau dilakukan secara dikukus. Untuk tingkat pengrajin, penyulingan secara
pengukusan lebih memungkinkan karena investasinya lebih murah. Biji pala yang
akan disuling digiling terlebih dahulu, untuk memudahkan keluarnya minyak
atsiri dari bahan. Penyulingan biji pala dengan kapasitas besar hendaknya bahan
di
dalam ketel disusun secara difraksi (diberi antara) agar uap air dapat berpenetrasi dengan merata, dengan demikian penyulingan akan lebih singkat dan rendemennya lebih tinggi. Penyulingan cara itu membutuhkan waktu 8 jam dengan rendemen minyak 13.33 %, sedang tanpa difraksi membutuhkan waktu 10 jam dengan rendemen minyak 12.98 % (Hernani dan Risfaheri, 1990).
dalam ketel disusun secara difraksi (diberi antara) agar uap air dapat berpenetrasi dengan merata, dengan demikian penyulingan akan lebih singkat dan rendemennya lebih tinggi. Penyulingan cara itu membutuhkan waktu 8 jam dengan rendemen minyak 13.33 %, sedang tanpa difraksi membutuhkan waktu 10 jam dengan rendemen minyak 12.98 % (Hernani dan Risfaheri, 1990).
Untuk penyulingan fuli pala tidak perlu fulinya
dihancurkan sebelum disuling. Kadar minyak atsiri dari fuli yang masih muda
yang berwarna keputih-putihan berkisar 7 - 18 %
(Rismunandar, 1987). Penampakan minyak pala dan fuli hamper sama, keduanya
berwarna jernih hingga kuning pucat dan mempunyai susunan kimia yang sama.
3. Oleoresin dan mentega pala
Oleoresin terdiri dari minyak atsiri dan resin serta
komponen-komponen pembentuk flavor lainnya (senyawa-senyawa) yang tidak mudah
menguap yang menentukan rasa khas pala. Tahap-tahap pembuatan oleoresin adalah
persiapan bahan, ekstraksi dengan pelarut organik dan pengambilan kembali
pelarut organik.
Menurut Somaatmadja (1984), ekstraksi pala langsung
dengan etanol dingin dapat menghasilkan 18 - 26 % oleoresin
dan hasil tersebut didinginkan dan disaring. Oleoresin yang dihasilkan menjadi
10 - 12 %, sisanya adalah lemak trimiristin yang disebut
mentega pala. Bila digunakan pelarut benzena, oleoresin pala yang dihasilkan
sebelum dilakukan penyaringan mencapai 31 - 37 %. Pada
pembuatan oleoresin fuli, fuli yang di ekstrak dengan petroleum eter dapat
menghasilkan 27 - 32 % oleoresin yang mengandung 8.5 - 22 % minyak atsiri. Ekstraksi dengan etanol panas
dapat menghasilkan 22 - 27 % oleoesin dan hasil tersebut didinginkan dan
disaring. Oleoresin yang dihasilkan menjadi 1 - 13
% dan sisa yang terpisah berupa mentega fuli. Lemak pala juga dapat diekstrak
dengan hotpress karena kadar lemaknya cukup tinggi (29 - 40 %), lemak ini dapat disebut sebagai mentega pala
(Somaatmadja, 1984).
4. Daging buah pala
Daging buah pala dapat diolah menjadi berbagai macam
produk pangan seperti manisan pala, sari buah, selai pala, chutney dan jelli.
Manisan pala biasanya menggunakan buah pala yang masih muda, sedangkan untuk
bentuk olahan lainya dapat digunakan daging buah pala yang telah masak.
Ada dua macam manisan pala yaitu manisan basah dan
manisan kering. Manisan basah dibuat dengan cara merendam daging buah pala
dalam larutan garam selama + 1/2 hari untuk menarik kotoran dan getahnya, lalu
dicuci bersih. Kemudian direndam dalam gula pasir sehingga keluar cairan.
Cairan tersebut dipisahkan kemudian dikentalkan dengan penambahan gula.
Selanjutnya buah pala direndam kembali dalam cairan gula tersebut. Untuk
membuat manisan kering, daging buah pala yang telah bersih direndam dalam gula
pasir kemudian dijemur sampai kering.
